Apa Faktor Risiko yang Meningkatkan Terjadinya Penyakit Jantung Koroner?
Menurut jurnal penyakit periodontal sebagai faktor
risiko penyakit jantung koroner, bahwa individu dengan infeksi periodontal
mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita penyakit jantung koroner. Penyakit
periodontal dapat meningkatkan kadar C-reactive protein dan aktivitas
pro-inflamator yang menyebabkan reaksi inflamasi sistemik dan perubahan lemak
sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.
Pada periodontitis yang merupakan sumber dari
kuman-kuman patogen, antigen kuman, sitokin peradangan berperan di dalam
aterogenesis dan proses thromboembolik. Peristiwa ini merupakan peningkatan
risiko untuk terjadinya aterosklerosis karena faktor-faktor ini mempengaruhi
pembentukan plak ateromatosa. Plak tersebut dapat mempengaruhi ketebalan dan
menyempitkan pembuluh darah dan pada akhirnya dapat mengalami emboli dan
ruptur.
Menurut DeStafano dan Beck dalam (Wangsarahardja, 2005) menyatakan
bahwa penyakit periodontal dapat menjadi risiko independen bagi keadaan
sistemik khususnya dalam hal terjadinya penyakit kardiovaskuler. Proses
patologis yang mendasari kelainan ini adalah aterosklerosis akibat adanya
penimbunan fibrolipid atau plak ateromatosa pada dinding pembuluh darah.
Menurut jurnal korelasi antara obesitas sentral
dengan adiponektin pada lansia dengan penyakit jantung koroner, bahwa obesitas
dianggap sebagai faktor yang memberikan kontribusi pada risiko penyakit jantung
koroner melalui faktor lain seperti hipertensi, dislipidemia, dan diabetes (Aryana RA Tuty; Suastika, K; Santoso, A, 2011). Peningkatan
berat badan dengan indeks massa tubuh lebih dari 30 kg/m2
meningkatkan risiko PJK 4 kali lipat.
Risiko penyakit jantung sangat berhubungan dengan
obesitas sentral dibandingkan dengan obesitas ginoid. Adiponektin adalah salah
satu protein yang disekresikan di jaringan lemak yang dapat menekan penempelan
leukosit pada endotel sehingga menghambat perkembangan aterogenesis. Pada
obesitas sentral akan terjadi penurunan kadar adiponektin sehingga meningkatkan
kejadian penyakit jantung koroner.
Menurut jurnal indeks massa tubuh sebagai determinan
penyakit jantung koroner pada orang dewasa berusia di atas 35 tahun, bahwa
prevalensi penyakit jantung koroner semakin meningkat dengan meningkatnya IMT.
Risiko terjadinya PJK pada kelompok overweight
lebih besar dibandingkan kelompok ideal dan underweight
(Mawi, 2001). Kolesterol
total akan meningkat seiring meningkatnya nilai IMT. Hasil penelitian tersebut
konsisten dengan studi yang dilakukan di Finlandia pada laki-laki dan perempuan
berusia 30-59 tahun yang menunjukkan bahwa kadar kolesterol dalam serum
berhubungan secara positif dengan IMT.
Menurut jurnal analisis faktor risiko kejadian
penyakit jantung koroner di RSUP Dr Kariadi Semarang, bahwa usia, kolesterol
total, kadar trigliserida, hipertensi, dan diabetes mellitus merupakan faktor
risiko kejadian penyakit jantung koroner (Zahrawardani, Herlambang, & Anggraheny, 2012). Sementara
faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian PJK adalah kolesterol total.
Usia merupakan faktor risiko PJK dimana dengan
bertambahnya usia, maka semakin besar kemungkinan timbulnya karat yang menempel
di dinding arteri. Sementara faktor risiko utama adalah faktor lipida yang
meliputi kadar kolesterol dan trigliserida karena substansi ini akan mendorong
timbulnya plak di arteri koroner. Kadar
kolesterol yang tinggi dapat mengendap di dalam pembuluh arteri yang
menyebabkan penyempitan dan pengerasan (atherosclerosis atau plak). Pada
hipertensi akan menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah arteri, karena
arteri yang mengalami pengerasan akan mempersempit lumen di pembuluh darah dan akhirnya
membuat aliran darah menjadi terhalang. Sedangkan pada diabetes melitus, kadar
glukosa yang tinggi di darah cenderung menaikkan kadar kolesterol trigliserida.
Menurut jurnal hubungan olahraga dengan kejadian
penyakit jantung koroner di RSUD Dr Moewardi, bahwa olahraga merupakan salah
satu faktor risiko yang menyebabkan orang terkena PJK (Salim & Nurrohmah, 2013). Latihan
olahraga merupakan salah satu indikator dari faktor gaya hidup. Berdasarkan
penelitian didapatkan hasil bahwa pasien PJK sebagian besar dengan jenis
kelamin laki-laki yang tidak rutin melakukan olahraga.
Hal tersebut menunjukkan orang yang tidak rutin
melakukan olahraga lebih berisiko mengalami kejadian penyakit jantung koroner.
Olahraga pada penderita jantung koroner dimaksudkan untuk memperlebar pembuluh
darah koroner, menambah kapilarasisasi jantung, dan memperbaiki profil lipid
terutama menurunkan LDL kolesterol dan meningkatkan HDL kolesterol.
DAFTAR PUSTAKA
Aryana RA Tuty;
Suastika, K; Santoso, A, I. K. (2011). Korelasi Antara Obesitas Sentral Dengan
Adiponektin Pada Lansia Dengan Penyakit
Jantung Koroner. Journal of Internal Medicine, (Vol. 12, No. 2 Mei
2011), 3–8. Retrieved from
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/view/3929
Mawi, M. (2001). Indeks massa tubuh sebagai determinan
penyakit jantung koroner pada orang dewasa berusia di atas 35 tahun. J
Kedokter Trisakti, 23(3), 87–92.
Salim, A. Y., & Nurrohmah, A. (2013). Hubungan Olahraga
Dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner Di RSUD Dr. Moewardi. Gaster, 10(1),
48–56.
Wangsarahardja, K. (2005). Penyakit periodontal sebagai
faktor risiko penyakit jantung koroner. Universa Medicina, 24(3),
136–144.
Zahrawardani, D., Herlambang, K. S., & Anggraheny, H. D.
(2012). Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RSUP Dr
Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 1(3), 13.
Retrieved from http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/1341