Sabtu, 29 Oktober 2016

Jurnal Artikel

0

Apa Faktor Risiko yang Meningkatkan Terjadinya Penyakit Jantung Koroner?

Menurut jurnal penyakit periodontal sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner, bahwa individu dengan infeksi periodontal mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita penyakit jantung koroner. Penyakit periodontal dapat meningkatkan kadar C-reactive protein dan aktivitas pro-inflamator yang menyebabkan reaksi inflamasi sistemik dan perubahan lemak sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.
Pada periodontitis yang merupakan sumber dari kuman-kuman patogen, antigen kuman, sitokin peradangan berperan di dalam aterogenesis dan proses thromboembolik. Peristiwa ini merupakan peningkatan risiko untuk terjadinya aterosklerosis karena faktor-faktor ini mempengaruhi pembentukan plak ateromatosa. Plak tersebut dapat mempengaruhi ketebalan dan menyempitkan pembuluh darah dan pada akhirnya dapat mengalami emboli dan ruptur.
Menurut DeStafano dan Beck dalam (Wangsarahardja, 2005) menyatakan bahwa penyakit periodontal dapat menjadi risiko independen bagi keadaan sistemik khususnya dalam hal terjadinya penyakit kardiovaskuler. Proses patologis yang mendasari kelainan ini adalah aterosklerosis akibat adanya penimbunan fibrolipid atau plak ateromatosa pada dinding pembuluh darah.

Menurut jurnal korelasi antara obesitas sentral dengan adiponektin pada lansia dengan penyakit jantung koroner, bahwa obesitas dianggap sebagai faktor yang memberikan kontribusi pada risiko penyakit jantung koroner melalui faktor lain seperti hipertensi, dislipidemia, dan diabetes (Aryana  RA Tuty; Suastika, K; Santoso, A, 2011). Peningkatan berat badan dengan indeks massa tubuh lebih dari 30 kg/m2 meningkatkan risiko PJK 4 kali lipat.
Risiko penyakit jantung sangat berhubungan dengan obesitas sentral dibandingkan dengan obesitas ginoid. Adiponektin adalah salah satu protein yang disekresikan di jaringan lemak yang dapat menekan penempelan leukosit pada endotel sehingga menghambat perkembangan aterogenesis. Pada obesitas sentral akan terjadi penurunan kadar adiponektin sehingga meningkatkan kejadian penyakit jantung koroner.

Menurut jurnal indeks massa tubuh sebagai determinan penyakit jantung koroner pada orang dewasa berusia di atas 35 tahun, bahwa prevalensi penyakit jantung koroner semakin meningkat dengan meningkatnya IMT. Risiko terjadinya PJK pada kelompok overweight lebih besar dibandingkan kelompok ideal dan underweight (Mawi, 2001). Kolesterol total akan meningkat seiring meningkatnya nilai IMT. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan studi yang dilakukan di Finlandia pada laki-laki dan perempuan berusia 30-59 tahun yang menunjukkan bahwa kadar kolesterol dalam serum berhubungan secara positif dengan IMT.

Menurut jurnal analisis faktor risiko kejadian penyakit jantung koroner di RSUP Dr Kariadi Semarang, bahwa usia, kolesterol total, kadar trigliserida, hipertensi, dan diabetes mellitus merupakan faktor risiko kejadian penyakit jantung koroner (Zahrawardani, Herlambang, & Anggraheny, 2012). Sementara faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian PJK adalah kolesterol total.
Usia merupakan faktor risiko PJK dimana dengan bertambahnya usia, maka semakin besar kemungkinan timbulnya karat yang menempel di dinding arteri. Sementara faktor risiko utama adalah faktor lipida yang meliputi kadar kolesterol dan trigliserida karena substansi ini akan mendorong timbulnya plak di arteri koroner.  Kadar kolesterol yang tinggi dapat mengendap di dalam pembuluh arteri yang menyebabkan penyempitan dan pengerasan (atherosclerosis atau plak). Pada hipertensi akan menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah arteri, karena arteri yang mengalami pengerasan akan mempersempit lumen di pembuluh darah dan akhirnya membuat aliran darah menjadi terhalang. Sedangkan pada diabetes melitus, kadar glukosa yang tinggi di darah cenderung menaikkan kadar kolesterol trigliserida.

Menurut jurnal hubungan olahraga dengan kejadian penyakit jantung koroner di RSUD Dr Moewardi, bahwa olahraga merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan orang terkena PJK (Salim & Nurrohmah, 2013). Latihan olahraga merupakan salah satu indikator dari faktor gaya hidup. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa pasien PJK sebagian besar dengan jenis kelamin laki-laki yang tidak rutin melakukan olahraga.
Hal tersebut menunjukkan orang yang tidak rutin melakukan olahraga lebih berisiko mengalami kejadian penyakit jantung koroner. Olahraga pada penderita jantung koroner dimaksudkan untuk memperlebar pembuluh darah koroner, menambah kapilarasisasi jantung, dan memperbaiki profil lipid terutama menurunkan LDL kolesterol dan meningkatkan HDL kolesterol.


DAFTAR PUSTAKA

Aryana  RA Tuty; Suastika, K; Santoso, A, I. K. (2011). Korelasi Antara Obesitas Sentral Dengan Adiponektin Pada Lansia  Dengan Penyakit Jantung Koroner. Journal of Internal Medicine, (Vol. 12, No. 2 Mei 2011), 3–8. Retrieved from http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/view/3929

Mawi, M. (2001). Indeks massa tubuh sebagai determinan penyakit jantung koroner pada orang dewasa berusia di atas 35 tahun. J Kedokter Trisakti, 23(3), 87–92.

Salim, A. Y., & Nurrohmah, A. (2013). Hubungan Olahraga Dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner Di RSUD Dr. Moewardi. Gaster, 10(1), 48–56.

Wangsarahardja, K. (2005). Penyakit periodontal sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner. Universa Medicina, 24(3), 136–144.

Zahrawardani, D., Herlambang, K. S., & Anggraheny, H. D. (2012). Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RSUP Dr Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 1(3), 13. Retrieved from http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/1341